Masa Jabatan Pj Sekda Banyuwangi Diduga Telah Habis, Ahli Hukum: Tidak Lagi Berhak Gunakan Fasilitas Negara

PJ Sekda Guntur Priambodo Bersama Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi dalam Pelantikan Kepala Dinas Beberapa Hari Lalu.

Kanar Pena, BANYUWANGI – Masa jabatan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuwangi, Guntur Priambodo, diduga telah melewati batas maksimal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Guntur diketahui telah menjabat sebagai Pj Sekda sejak 18 September 2024, menggantikan Sekda definitif Mujiono yang maju sebagai calon wakil bupati dalam Pilkada Serentak 2024.

Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2018, jabatan Pj Sekda memiliki batas waktu maksimal 3 bulan dan hanya dapat diperpanjang sekali untuk jangka waktu 3 bulan berikutnya, sehingga total masa jabatan hanya 6 bulan. Jika masa tugas telah melewati batas tersebut, dan tidak ada surat perpanjangan resmi dari Kementerian Dalam Negeri, maka status jabatan tersebut dianggap telah berakhir.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Dr. Demas Brian Wicaksono, S.H., M.H., menegaskan bahwa Pj Sekda yang masa jabatannya telah habis secara hukum tidak lagi memiliki hak atas segala bentuk fasilitas negara, termasuk gaji, kendaraan dinas, bahkan hak untuk mengantor.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Dr. Demas Brian Wicaksono, S.H., M.H., ketika menyampaikan kepada mediaa di Ruang Rapat Komisi IV DPRD Banyuwangi. Kamis, (24/04/25).

“Jika masa jabatan telah berakhir dan tidak diperpanjang secara sah, maka statusnya bukan lagi pejabat negara. Segala bentuk tindakan administratif yang dilakukan juga berpotensi cacat hukum. Bupati harus segera mengusulkan perpanjangan atau mencari pengganti definitif,” tegas Dr. Demas dalam keterangannya kepada media, Kamis (24/04/25).

Selain itu, publik juga menyoroti fakta bahwa Guntur Priambodo selama ini juga masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pengairan, sehingga menimbulkan potensi rangkap jabatan yang tidak sesuai regulasi. Dalam Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ Tahun 2021, disebutkan bahwa Pj Sekda tidak diperkenankan merangkap jabatan lainnya, kecuali dengan izin khusus dari Menteri Dalam Negeri.

Kondisi ini menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya dalam konteks pasca-pilkada, di mana netralitas dan kredibilitas birokrasi menjadi sorotan utama.

“Rangkap jabatan dan jabatan yang melampaui batas waktu bisa memunculkan konflik kepentingan serta mencederai prinsip good governance. Bupati sebagai kepala daerah memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjaga tatanan kepegawaian sesuai aturan,” tambah Dr. Demas.

Sejumlah elemen masyarakat mendesak agar Kementerian Dalam Negeri, Komisi ASN, dan Ombudsman Republik Indonesia segera melakukan klarifikasi dan audit atas jabatan ini. Langkah cepat dibutuhkan agar tidak terjadi kekosongan hukum dan ketidakpastian dalam jalannya roda pemerintahan daerah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *