Wacana Dana Abadi Daerah Banyuwangi Dinilai Tidak Tepat di Tengah Defisit dan Tekanan Fiskal
Kabarpena.com, BANYUWANGI — Wacana pembentukan Dana Abadi Daerah (DAD) oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menuai beragam pandangan dari publik. Meskipun diklaim sebagai langkah visioner untuk menjaga keberlanjutan pembangunan, sejumlah pihak menilai kebijakan ini tidak tepat waktu mengingat kondisi fiskal daerah yang tengah tertekan.
Pasalnya, Pemkab Banyuwangi pada tahun 2024 tercatat mengalami defisit anggaran hingga ratusan miliar rupiah. Situasi ini diperparah dengan rencana pemerintah pusat melakukan penyesuaian dan pemotongan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) bagi ASN di tahun 2026.
Dalam konteks tersebut, pengalokasian sumber keuangan baru untuk membentuk DAD dinilai tidak menjawab persoalan fiskal jangka pendek, bahkan berpotensi mengalihkan fokus dari efisiensi dan penguatan PAD yang seharusnya menjadi prioritas.
Pertanyaan Publik: Mengapa Harus Dari Saham BSI?
Salah satu sorotan utama datang dari rencana Pemkab menjadikan hasil pelepasan saham di PT Bumi Suksesindo (BSI) — anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk — sebagai modal awal DAD.
Langkah ini dianggap kontradiktif dengan prinsip “menjaga aset strategis daerah”.
Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, saham di BSI justru merupakan aset produktif yang selama ini memberi kontribusi rutin melalui dividen, sehingga menjualnya demi membentuk dana abadi bisa menjadi langkah yang kontraproduktif.

“Kalau sumbernya dari pelepasan saham produktif, maka kita seperti menjual pohon untuk membeli buah. Mestinya dana abadi itu dihimpun dari SILPA, efisiensi belanja, atau optimalisasi PAD, bukan dari pelepasan aset strategis,” ujar wakil ketua DPRD Banyuwangi Michael Edy Hariyanto, usai rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Banyuwangi, Kamis (30/10/25).
Resiko Tata Kelola dan Pengawasan
Pemerintah memang menjanjikan bahwa DAD akan dikelola dengan pengawasan ketat dari aparat penegak hukum dan lembaga independen. Namun, pengamat menilai bahwa mekanisme akuntabilitas dan transparansi masih belum dijelaskan secara detail — termasuk siapa pengelolanya, bagaimana mekanisme investasinya, dan bagaimana hasilnya dilaporkan kepada publik.
Selain itu, pengawasan dari APH yang bersifat represif justru dikhawatirkan tidak cukup menjamin efisiensi dan profesionalisme pengelolaan investasi. Yang lebih penting, menurut sejumlah kalangan, adalah regulasi yang jelas, badan pengelola profesional, serta mekanisme audit publik tahunan.
Timing yang Dipertanyakan
Kritik lain juga menyoroti waktu pelaksanaan wacana ini. Ketika daerah tengah menghadapi keterbatasan anggaran, realisasi proyek fisik yang tertunda, dan potensi penyesuaian belanja pegawai, rencana pembentukan DAD justru dianggap tidak menjawab kebutuhan mendesak.
“Kita semua sepakat pentingnya perencanaan jangka panjang. Tapi, saat APBD defisit dan transfer pusat menurun, langkah yang lebih realistis adalah memperkuat PAD, menekan belanja birokrasi, bukan menyiapkan investasi jangka panjang yang belum tentu memberi hasil cepat,” tambah Michael.
Butuh Kajian Kelayakan Terbuka
Meski secara ide konsep DAD dianggap modern dan berorientasi masa depan, tanpa kajian ekonomi dan risiko yang matang, kebijakan ini bisa berisiko menjadi “tabungan semu” yang justru membebani keuangan daerah.
Publik berharap Pemkab Banyuwangi membuka kajian kelayakan ekonomi, risiko investasi, dan sumber pendanaan DAD secara transparan, agar kebijakan ini benar-benar berpihak pada kepentingan publik dan bukan sekadar proyek kebijakan yang tampak visioner di atas kertas. (ydh)
















