Kuasa Hukum SA: Kami Kooperatif, Tapi Duga Ada Nuansa Politik dalam Penetapan Tersangka

Kuasa Hukum SA, Raden Bomba, S.H., M.H., bersama kedua rekannya

Kabar Pena, BANYUWANGI – Tim kuasa hukum anggota DPRD Banyuwangi berinisial SA, yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), menyatakan bahwa proses hukum yang tengah berjalan patut dikawal secara adil dan proporsional. Hal ini disampaikan oleh para pengacara SA yakni Mashuri, S.H., M.H.; Abdul Munif, S.H., M.H.; Budi Langkung, S.H., M.H.; dan Raden Bomba Sugiarto, S.H., M.H. dalam pernyataan resmi kepada media, Kamis (12/6/2025).

Menurut Bomba, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku dan menyatakan siap mengikuti seluruh tahapan pemeriksaan sebagai bentuk sikap kooperatif. Ia menegaskan bahwa surat pemanggilan dari Polresta Banyuwangi telah diterima dan semua kebutuhan hukum kliennya sedang disiapkan secara maksimal.

“Kami tidak ingin bersembunyi ataupun menghindar. Kami sudah siapkan secara totalitas kehadiran saudara SA sesuai panggilan penyidik. Namun kami juga menduga kuat ada nuansa politik yang terstruktur, terutama terkait adanya keinginan pihak tertentu untuk mendorong Pergantian Antar Waktu (PAW),” tegas Bomba.

Kuasa hukum juga menggarisbawahi bahwa SA sebelumnya telah diperiksa sebanyak empat kali sebagai saksi dan dua kali dalam proses restorative justice (RJ). Namun, meski sudah ada upaya penyelesaian secara kekeluargaan, pelapor tetap menuntut agar SA dipenjara.

“Kami telah mengupayakan penyelesaian secara kekeluargaan. Bahkan, sudah mengajukan permohonan visum independen dan pendekatan diskresi, tetapi sampai hari ini tidak mendapat tanggapan,” tambah Bomba.

Terkait alat bukti, Raden Bomba menyatakan bahwa pihaknya juga memiliki dokumen dan keterangan tandingan untuk dibuktikan di pengadilan. Ia meminta semua pihak, khususnya media, untuk tidak menyampaikan komentar yang bisa menimbulkan implikasi hukum dan membentuk opini publik yang merugikan.

“Kami harap semua pihak bijak dalam memberikan komentar. Jangan sampai narasi di media menjadi alat penghakiman, padahal semua pembuktian seharusnya dilakukan di pengadilan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Budi Langkung menambahkan bahwa proses hukum harus dijalankan dengan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dan tidak diskriminatif. Ia berharap tidak ada upaya memarginalkan kliennya hanya karena posisinya sebagai pejabat publik.

“Kami minta dukungan dari rekan-rekan media untuk mengawal proses ini agar berjalan secara adil. Jangan sampai ada diskriminasi ataupun tekanan politik yang membungkus proses hukum,” pungkasnya.

Tim hukum menyatakan akan terus bersikap terbuka dan kooperatif, sambil memastikan bahwa hak-hak hukum SA sebagai warga negara tetap dihormati sesuai dengan aturan yang berlaku. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *