Sonny T. Danaparamita Desak Pemerintah Atasi Lonjakan Harga Beras di Tengah Stok Melimpah

Anggota DPR RI Komisi IV, Sonny T. Danaparamita Desak Pemerintah Kendalikan Kenaikan Harga Beras Meski Stok Melimpah

Kabarpena.com, BANYUWANGI – Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur III, Sonny T. Danaparamita, menyoroti tren kenaikan harga beras yang terus terjadi di berbagai daerah. Menurutnya, fenomena ini terbilang ganjil mengingat cadangan beras pemerintah saat ini diklaim tertinggi sepanjang sejarah.

“Berdasarkan data pemerintah, pada Juli 2025 cadangan beras nasional mencapai 4,2 juta ton. Bahkan per 24 Agustus lalu masih tersisa 3,92 juta ton. Namun yang aneh, harga beras di pasaran justru semakin naik,” tegas politisi PDI Perjuangan itu, Senin (1/9/2025).

Harga Beras SPHP di Atas HET

Sonny mengungkapkan, hasil peninjauan tim relawan Rumah Aspirasinya di Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi menunjukkan harga beras di lapangan mengalami kenaikan signifikan. Bahkan, di beberapa titik angkanya melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) maupun rata-rata harga beras di Jawa Timur.

“Di Situbondo, beras medium SPHP saja dijual Rp14.000 per kilogram, padahal HET baru saja dinaikkan menjadi Rp13.500. Ini jelas membebani masyarakat,” katanya.

Minta Pemerintah Bertindak Cepat

Dengan kondisi tersebut, Sonny mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret agar harga beras tetap terjangkau. Ia menekankan, stok beras yang melimpah tidak ada artinya jika harga di pasar justru membuat rakyat kesulitan.

“Stok boleh banyak, tapi kalau harga tinggi masyarakat tetap sengsara. Petani harus dihargai dengan layak, namun ibu-ibu rumah tangga jangan sampai terbebani harga beras yang tidak wajar,” ujarnya.

Menurut Sonny, akar persoalan bukan pada minimnya cadangan beras, melainkan lemahnya tata kelola distribusi. Karena itu, ia meminta Badan Pangan Nasional (BAPANAS) segera mencari solusi agar distribusi berjalan lancar.

Selain itu, Sonny juga menyoroti kesenjangan harga beras antarwilayah, terutama di Indonesia Timur. Ia menilai tingginya biaya transportasi tidak boleh dijadikan alasan ketidakadilan harga.

“Tidak masuk akal jika warga Papua dan Maluku harus membeli beras dua kali lipat lebih mahal dibanding masyarakat di Pulau Jawa. Hal ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan dan menghambat pembangunan merata,” tegasnya.

Sonny juga mewanti-wanti adanya potensi permainan harga dari spekulan atau tengkulak. Ia mendesak BAPANAS, Bulog, dan aparat penegak hukum untuk mengantisipasi praktik penimbunan maupun kartel beras.

“Harus dicegah upaya mengail di air keruh. Jangan biarkan rakyat kecil menjadi korban permainan harga yang tidak wajar,” pungkasnya. (yom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *