Minim Pengawasan Pasca-Rehabilitasi, Mantan Pengguna Narkoba Rentan Depresi dan Relapse
Kabar Pena, BANYUWANGI – Kasus tragis yang menimpa seorang mantan pengguna narkoba berinisial SH (34), yang ditemukan tewas gantung diri pada Jumat (21/3/2025) pasca-rehabilitasi, menjadi alarm bagi sistem rehabilitasi di Indonesia. SH sebelumnya menjalani rehabilitasi medis selama dua bulan akibat ketergantungan obat, namun belum masuk ke tahap rehabilitasi non-medis dan re-entry (bina lanjut), yang seharusnya menjadi proses transisi agar mantan pengguna dapat kembali ke masyarakat dengan kondisi mental yang lebih stabil.
Ketua Divisi Hukum dan Humas Lembaga Rehabilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba (LRPPN) – BI Banyuwangi, H. Agus Dwi Hariyanto, S.H., M.H., menyoroti pentingnya pengawasan pasca-rehabilitasi untuk mencegah kejadian serupa terulang.
“Pasca-rehabilitasi adalah fase krusial yang sering terabaikan. Banyak mantan pengguna narkoba masih berisiko mengalami gangguan mental seperti depresi atau kecemasan tinggi, yang bisa berujung pada tindakan fatal,” ujar Agus.
Pentingnya Pengawasan Pasca-Rehabilitasi
Di Indonesia, pengawasan terhadap mantan pengguna narkoba setelah keluar dari rehabilitasi masih memiliki banyak kelemahan. Beberapa pihak yang seharusnya berperan dalam pemantauan pasca-rehabilitasi antara lain:
- Peran Lembaga Rehabilitasi
Beberapa lembaga seperti Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan LRPPN memiliki program aftercare atau tindak lanjut, seperti konseling berkala, terapi kelompok (support group), serta pemantauan kondisi mental mantan pengguna. Namun, program ini tidak bersifat wajib secara hukum dan hanya sebatas rekomendasi. - Dukungan Keluarga dan Lingkungan Sosial
Setelah keluar dari rehabilitasi, peran keluarga menjadi sangat penting dalam memastikan mantan pengguna tidak kembali ke lingkungan atau kebiasaan lama. Namun, tidak semua keluarga memiliki kesiapan mental dan ekonomi untuk menjalankan peran ini secara maksimal. - Koordinasi dengan BNN dan Puskesmas
Dalam beberapa kasus, Badan Narkotika Nasional (BNN) merekomendasikan mantan pengguna untuk menjalani rehabilitasi rawat jalan di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Program ini bertujuan untuk memastikan mereka tetap dalam kondisi stabil dan tidak kembali menggunakan narkoba. - Tidak Ada Pengawasan Wajib Secara Hukum
Secara hukum, setelah dinyatakan “bersih” oleh lembaga rehabilitasi, tidak ada regulasi yang mewajibkan pengawasan ketat terhadap mantan pengguna. Pengawasan hanya berlaku bagi mereka yang masih memiliki keterkaitan dengan kasus hukum atau putusan pengadilan.
Tantangan dalam Sistem Pasca-Rehabilitasi

- Minimnya kontrol lanjutan membuat mantan pengguna rentan mengalami berbagai masalah mental yang bisa berujung pada tindakan nekat. Beberapa tantangan utama dalam pengawasan pasca-rehabilitasi antara lain:
- Kurangnya Kesadaran tentang Aftercare
Banyak mantan pengguna yang tidak melanjutkan program aftercare karena keterbatasan dana atau kurangnya kesadaran tentang pentingnya pemantauan berkelanjutan.
- Beban Berat bagi Keluarga
Tidak semua keluarga siap menjadi pendamping pasca-rehabilitasi, baik secara psikologis maupun ekonomi. Hal ini membuat banyak mantan pengguna merasa sendirian dalam menghadapi proses pemulihan.
- Regulasi yang Belum Mengikat
Tidak adanya kebijakan yang mewajibkan pengawasan pasca-rehabilitasi membuat mantan pengguna bebas menentukan sendiri apakah akan melanjutkan pemulihan atau tidak, tanpa ada mekanisme yang memastikan mereka tetap dalam kondisi stabil.
Apakah Negara Harus Bertanggung Jawab?
Secara formal, negara tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi mantan pengguna narkoba setelah mereka menyelesaikan rehabilitasi. Peran pemerintah, melalui BNN serta Kementerian Sosial dan Kesehatan, terbatas pada penyediaan fasilitas rehabilitasi dan program pencegahan.
Namun, melihat tingginya angka relapse dan dampak buruk yang bisa terjadi, sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan kebijakan pengawasan pasca-rehabilitasi yang lebih ketat dan berkelanjutan.
“Rehabilitasi bukan hanya soal menyembuhkan ketergantungan zat, tetapi juga memastikan mantan pengguna memiliki mental yang sehat untuk kembali ke masyarakat. Jika sistem pengawasan pasca-rehabilitasi tetap longgar, maka kasus seperti SH bisa terus berulang,” tegas Agus. (*)


