Skandal Kredit Fiktif Bank Jatim Rugikan Negara Rp 569 Miliar, Empat Tersangka Telah Ditetapkan

Empat tersangka termasuk pejabat Bank Jatim dan pengusaha ditetapkan dalam kasus kredit fiktif senilai Rp 569,4 miliar yang menyeret dua perusahaan di Jakarta

Kabar Pena, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi dalam penyaluran kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta menjadi sorotan publik. Praktik pemberian kredit fiktif yang terjadi sepanjang tahun 2023 hingga 2024 ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 569,4 miliar.

Temuan ini pertama kali diungkap oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) Bank Jatim, yang mencatat adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada dua perusahaan, yakni PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama.

Kedua perusahaan tersebut tercatat menerima kredit dengan menggunakan dokumen fiktif, termasuk agunan palsu dan kerja sama proyek fiktif yang ternyata tidak pernah ada. Dalam prosesnya, sebanyak 65 fasilitas kredit utang dan 4 kredit kontraktor berhasil dicairkan secara ilegal. Pencairan dana tersebut dilakukan seolah-olah perusahaan terkait menjalankan proyek bersama entitas BUMN, padahal proyek dimaksud tidak pernah benar-benar berlangsung.

Empat Orang Telah Ditapkan sebagai Tersangka

Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kini telah menetapkan empat orang sebagai tersangka utama dalam kasus ini:

  1. Benny – Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, diduga sebagai aktor utama yang memfasilitasi pencairan kredit fiktif.
  2. Bun Sentoso – Pemilik PT Indi Daya Group, diduga berkolusi dalam menyusun skema kredit palsu.
  3. Agus Dianto Mulia – Direktur PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama, ikut mengatur dan mengajukan kredit dengan dokumen tidak sah.
  4. Fitri Kristiani – Karyawan yang bertanggung jawab dalam penyusunan laporan fiktif, pengelolaan dokumen palsu, hingga pendirian perusahaan boneka untuk pengajuan kredit.

Modus operandi mereka mencakup rekayasa dokumen, pengajuan proyek yang tidak eksis, serta kerja sama fiktif dengan perusahaan negara sebagai tameng legitimasi pencairan dana.

Penyidik menegaskan bahwa investigasi masih berlanjut untuk menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat. Kasus ini menjadi salah satu praktik perbankan ilegal terbesar yang berhasil diungkap dalam beberapa tahun terakhir di sektor perbankan daerah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *